Awan senja menari dipelupuk mata
Mengais kasih pada sinar jingga
Yang mulai terbenam
Surya menghujani Shaffa dengan puluhan pesan singkat. Seribu jurus rayuan gombal dikeluarkan. Berharap Shaffa mengurungkan niatnya untuk melanjutkan hubungan dengan Zein.
Sehari, dua hari masih diabaikannya. Namun pesan singkat itu masih meluncur sampai 5 hari berturut-turut. Capek itu kala hati menahan emosi. Geram di dada ingin menghakimi dengan segala kata-kata keji. Begitulah suasana hati gadis sastra ini.
Gerah dengan serangan dari pria berkacamata, Shaffa memutuskan untuk menemuinya.
"Ga usah disamperin lagi cowok kayak gitu!", cegah sahabatnya, Eci.
" Aku ga bakal ngapa-ngapain kok. Cuma pengen kasih pengertian ke dia dengan ngobrol empat mata", jelas Shaffa.
"Kamu tuh ya, sensitif iya, keras kepala juga iya. Kalo dikasih tau ngeyel. Hmm... gimana kalo aku temenin? Boleh dong?" Eci yang kesal ingin menemani Shaffa. Khawatir ada hal-hal yang tidak diinginkan.
Shaffa hanya memberi isyarat dengan gelengan kepala.
Di kafe kopi Janji Hati, Surya sudah tersenyum manis menanti Shaffa. Tidak sabar ingin segera melihat kecantikan wanita kesayangannya jika sedang marah. Dua gelas jus mangga sudah tersedia di atas meja segi empat yang sisinya diukir.
Jarum pendek menunjukkan pukul 10.00 WIB pintu kafe berdecit. Tampak seorang gadis berbalut longdress hijau tosca senada dengan motif kerudung yang dipakainya. Cahaya kecantikannya seolah menyinari kafe kopi saat itu.
"Shaffa, kecantikanmu tak berkurang sedikitpun," Surya berdecak kagum.
Setelah gadis itu duduk, barulah genderang dimulai.
"Langsung aja, mau Abang apa?" tanya Shaffa tanpa basa basi.
"Abang sudah bilang, Abang mau kamu" gombal lelaki yang sudah melukainya.
"Aku datang ke sini mau minta tolong sama Abang untuk tidak mengganggu kehidupanku lagi. Dan akupun tidak akan mengganggu kehidupan Abang", pinta Shaffa dengan berharap.
Mata lelaki pemabuk itu semakin tajam. Dan itu membuat Shaffa risih.
Tiba-tiba lelaki bertubuh kekar menghampiri mereka sambil mengepalkan tangan. BUUGGGHHH!
Serangan tinju mendadak mendarat dihidung Surya. Tapi Surya hanya tersenyum sinis sambil meringis menahan sakit.
"Dasar keparat! Jadi untuk ini aku disuruh kesini. Hah?!" lelaki yang aktif di bela diri taekwondo memanfaatkan keahliannya.
"Bang Zein? Ngapain di sini?" Shaffa merasa ketakutan.
"Kamu yang ngapain di sini sama laki-laki seperti dia?"
"Shaffa... "
"Oh iya kamu mau ke sini karena mau balikan lagi sama DIA kan?"
Bibirnya tiba-tiba terasa kelu. Shaffa hanya bisa menangis dan menggelengkan kepalanya. Lalu keluar meninggalkan mereka. Tanpa sepengetahuan ternyata Eci diam-diam mengikuti Shaffa. Dan ketika sahabatnya lari sambil menangis, Eci sudah siap di depan pintu untuk memeluk Shaffa.
Surya malah asyik menonton dua anak adam yang beradu mulut. Ini berarti rencana Surya berhasil.
"Shaffa masih sayang sama aku Zein. Buktinya dia yang ngajak ketemuan" senyum kemenangan mengembang di wajah Surya.
"Dari dulu sampe sekarang kamu emang ga berubah. Dasar licik. Bisanya ganggu hubungan orang!" Zein marah besar.
"Apa? Hubungan? Kamu belum ngasih jawaban yang jelas sama Shaffa. Jadi aku berhak merebut dia kembali! Camkan itu!" Surya mendorong Zein dan berlalu meninggalkannya sendirian.
Hujan mengguyuri malam yang kelam. Sekelam hati Zein dan Shaffa. Benih cinta yang sedang bersemi seakan layu akibat kelalaian Shaffa yang mengajak Surya untuk bertemu. Padahal Eci sudah mengingatkan Shaffa. Namun tidak digubrisnya. Sahabatnya yang satu dan cuma satu-satunya itu mencoba memberi tahu Zein tentang pertemuan Shaffa dengan Surya tadi siang. Tetapi tidak ada balasan sama sekali. Shaffa, gadis keras kepala yang menjadi bumerang akibat keputusannya berusaha meminta maaf kepada lelaki yang dikaguminya. Namun hasilnya nihil.
Di atas sejadah yang terbentang, Zein tertunduk lesu. Emosi yang muncul kembali sejak memukul ayah tirinya 10 tahun lalu. Antara harus marah atau bersabar. Menjadi pilihan yang sangat sulit jika dihadapkan pada kenyataan. Seharusnya dia percaya pada Shaffa, tapi omongan Surya terus merasuki hati dan pikirannya.
Bumi berputar pada porosnya
Bulan tetap pada edarannya
Tetaplah seperti itu
Hingga Tuhan turunkan titah -Nya
Mengais kasih pada sinar jingga
Yang mulai terbenam
Surya menghujani Shaffa dengan puluhan pesan singkat. Seribu jurus rayuan gombal dikeluarkan. Berharap Shaffa mengurungkan niatnya untuk melanjutkan hubungan dengan Zein.
Sehari, dua hari masih diabaikannya. Namun pesan singkat itu masih meluncur sampai 5 hari berturut-turut. Capek itu kala hati menahan emosi. Geram di dada ingin menghakimi dengan segala kata-kata keji. Begitulah suasana hati gadis sastra ini.
Gerah dengan serangan dari pria berkacamata, Shaffa memutuskan untuk menemuinya.
"Ga usah disamperin lagi cowok kayak gitu!", cegah sahabatnya, Eci.
" Aku ga bakal ngapa-ngapain kok. Cuma pengen kasih pengertian ke dia dengan ngobrol empat mata", jelas Shaffa.
"Kamu tuh ya, sensitif iya, keras kepala juga iya. Kalo dikasih tau ngeyel. Hmm... gimana kalo aku temenin? Boleh dong?" Eci yang kesal ingin menemani Shaffa. Khawatir ada hal-hal yang tidak diinginkan.
Shaffa hanya memberi isyarat dengan gelengan kepala.
Di kafe kopi Janji Hati, Surya sudah tersenyum manis menanti Shaffa. Tidak sabar ingin segera melihat kecantikan wanita kesayangannya jika sedang marah. Dua gelas jus mangga sudah tersedia di atas meja segi empat yang sisinya diukir.
Jarum pendek menunjukkan pukul 10.00 WIB pintu kafe berdecit. Tampak seorang gadis berbalut longdress hijau tosca senada dengan motif kerudung yang dipakainya. Cahaya kecantikannya seolah menyinari kafe kopi saat itu.
"Shaffa, kecantikanmu tak berkurang sedikitpun," Surya berdecak kagum.
Setelah gadis itu duduk, barulah genderang dimulai.
"Langsung aja, mau Abang apa?" tanya Shaffa tanpa basa basi.
"Abang sudah bilang, Abang mau kamu" gombal lelaki yang sudah melukainya.
"Aku datang ke sini mau minta tolong sama Abang untuk tidak mengganggu kehidupanku lagi. Dan akupun tidak akan mengganggu kehidupan Abang", pinta Shaffa dengan berharap.
Mata lelaki pemabuk itu semakin tajam. Dan itu membuat Shaffa risih.
Tiba-tiba lelaki bertubuh kekar menghampiri mereka sambil mengepalkan tangan. BUUGGGHHH!
Serangan tinju mendadak mendarat dihidung Surya. Tapi Surya hanya tersenyum sinis sambil meringis menahan sakit.
"Dasar keparat! Jadi untuk ini aku disuruh kesini. Hah?!" lelaki yang aktif di bela diri taekwondo memanfaatkan keahliannya.
"Bang Zein? Ngapain di sini?" Shaffa merasa ketakutan.
"Kamu yang ngapain di sini sama laki-laki seperti dia?"
"Shaffa... "
"Oh iya kamu mau ke sini karena mau balikan lagi sama DIA kan?"
Bibirnya tiba-tiba terasa kelu. Shaffa hanya bisa menangis dan menggelengkan kepalanya. Lalu keluar meninggalkan mereka. Tanpa sepengetahuan ternyata Eci diam-diam mengikuti Shaffa. Dan ketika sahabatnya lari sambil menangis, Eci sudah siap di depan pintu untuk memeluk Shaffa.
Surya malah asyik menonton dua anak adam yang beradu mulut. Ini berarti rencana Surya berhasil.
"Shaffa masih sayang sama aku Zein. Buktinya dia yang ngajak ketemuan" senyum kemenangan mengembang di wajah Surya.
"Dari dulu sampe sekarang kamu emang ga berubah. Dasar licik. Bisanya ganggu hubungan orang!" Zein marah besar.
"Apa? Hubungan? Kamu belum ngasih jawaban yang jelas sama Shaffa. Jadi aku berhak merebut dia kembali! Camkan itu!" Surya mendorong Zein dan berlalu meninggalkannya sendirian.
Hujan mengguyuri malam yang kelam. Sekelam hati Zein dan Shaffa. Benih cinta yang sedang bersemi seakan layu akibat kelalaian Shaffa yang mengajak Surya untuk bertemu. Padahal Eci sudah mengingatkan Shaffa. Namun tidak digubrisnya. Sahabatnya yang satu dan cuma satu-satunya itu mencoba memberi tahu Zein tentang pertemuan Shaffa dengan Surya tadi siang. Tetapi tidak ada balasan sama sekali. Shaffa, gadis keras kepala yang menjadi bumerang akibat keputusannya berusaha meminta maaf kepada lelaki yang dikaguminya. Namun hasilnya nihil.
Di atas sejadah yang terbentang, Zein tertunduk lesu. Emosi yang muncul kembali sejak memukul ayah tirinya 10 tahun lalu. Antara harus marah atau bersabar. Menjadi pilihan yang sangat sulit jika dihadapkan pada kenyataan. Seharusnya dia percaya pada Shaffa, tapi omongan Surya terus merasuki hati dan pikirannya.
Bumi berputar pada porosnya
Bulan tetap pada edarannya
Tetaplah seperti itu
Hingga Tuhan turunkan titah -Nya
Komentar