Langsung ke konten utama

Hilang dalam Sekejap (2) Cinta yang bersemi tertiup angin senja

Mencoba sekuat batu karang
Tuk arungi ombak kehidupan

Panas matahari menambah panas air mata Shaffa. Obrolan dengan Zein beberapa menit lalu sungguh menusuk hatinya. Tak disangka Zein akan marah besar. Eci, sahabat yang dimintai tolong untuk menemani Shaffa tak berani bersuara.
"Aku harus gimana Ci sekarang?"
"Aku takut Surya ngelakuin macem-macem", adu Shaffa.
"Menurut aku sih mending sekarang fokus dulu untuk ke bertemu ibunya Zein. Setelah itu baru kita pikirin lagi masalah yang tadi", saran Eci.

Di dalam angkot, Shaffa lebih banyak diam. Menyiapkan kesan terbaiknya didepan ibu Zein nanti. Beruntung angkot yang ditumpangi tidak terlalu ramai. Eci mencoba mengembalikan suasana hati Shaffa meski cemas itu tetap terlihat.

Satu jam perjalanan cukup untuk Shaffa menguasai diri. Merekapun berhenti tepat di sebuah toko sembako. Di sana  duduk seorang perempuan paruh baya dengan kerudung bergo cokelat.

Shaffa dan Eci mengucapkan salam secara bersamaan. Perempuan itu pun menjawab salam.
"Wa'alaikumsalam. Iya mau beli apa Neng?".
"Hmm maaf Bu. Saya mau ketemu dengan ibunya Zein. Saya Shaffa dan ini teman saya Eci kami temannya Bang Zein", Shaffa memperkenalkan diri.
"Ooohh.... iya iya.. Zein sudah cerita. Saya ibunya Zein. Mari silahkan masuk. Maaf ya, dikira ibu, Eneng mau beli ke warung", jelas perempuan paruh baya dengan wajah sumringah .

Karena rumah Zein agak jauh dengan toko, maka disarankan agar Shaffa menemui ibunya di toko saja.

Kedua gadis tersebut duduk di bale-bale tepat di samping toko sembako. Sepertinya biasa untuk tempat istirahat jika sedang tidak ada pembeli.

Ibunya Zein begitu ramah. Sambil membawa suguhan, ibunya Zein mulai menyelidik tentang gadis yang diceritakan Zein padanya. Ya, gadis itu adalah Shaffa. Obrolanpun mengalir begitu saja. Terkadang Eci mencairkan suasana ketika melihat Shaffa terlihat gugup. Huft. Untung saja ajak Eci. Gumam Shaffa dalam hati.

Satu hal tentang Zein yang merasa Shaffa tertampar. Ibunya menyampaikan, bahwa ketika Zein menginginkan sesuatu dia tidak akan menampakkannya. Namun tetap berusaha meraihnya. Tapi, jika ada yang mencoba menghancurkannya maka Zein akan memilih mundur daripada harus mengambil resiko. Pesan tersebut membawa pikiran Shaffa kembali berada pada peristiwa tadi siang.

Dua jam menjadi waktu yang sangat singkat. Mengingat hari sudah sore, mereka pamit pulang. Tak lama terdengar deru suara motor.
"Bang Zein datang", lirih Shaffa. Kini, bukan perasaan segan atau senang. Sore itu berubah ketakutan yang mencekam.

Eci mengetahui perubahan tersebut, dia menggenggam tangan Shaffa. Tanda menguatkan. Canggung dan kikuk saat bertatap muka. Ibunya Zein menganggap itu biasa. Tapi samudra di hati Shaffa tak ada yang dapat menjangkau.

Zein terlihat dingin. Setelah dia mencium tangan ibunya, dia hanya melirik Shaffa sebentar. Sebentar saja. Kemudian mengarahkan pandangannya ke sudut jalan.  Masih terasa sesak bagi Zein.

Shaffa dan Eci berpamitan kepada ibunya Zein. Juga Zein tentunya. Sebelum pulang,Shaffa dibawakan beberapa macam makanan. Oleh-oleh untuk orang rumah katanya.

Selang beberapa menit Shaffa dan Eci menaiki angkot menuju pasar arah pulang. Ponsel Shaffa berdering sesaat angkot yang ditumpanginya melaju. Berharap Zein yang mengirim pesan.
Mulut Shaffa komat kamit saat membaca pesan tersebut. Air mukanya menjadi gusar. Karena penasaran, Eci bertanya,
" Pesan dari siapa Shaff?",
"... Sur.. ya... Ci", jawab Shaffa pelan.
"Ngapain dia kirim pesan lagi?",
"Udah cuekin aja". Seru Eci.
"Dia ngancem lagi Ci", sahut Shaffa.
"Dasar ga tau malu ya. Ga bisa terima kenyataan banget sih!" Keluh Eci.

Sejak saat itu Shaffa memasrahkan semuanya kepada Dzat yang Maha Kuat. Agar hatinya diberi kekuatan. Surya itu masa lalu dan tidak akan pernah Shaffa mau kembali padanya. Dan, Zein cahaya harapan yang baru saja menyala.
Namun, dapatkah cahayanya bertahan hingga badai reda?

Dinginnya malam masih sedingin hatimu
Mengalahkan hangatnya asmara di lubuk jiwa
Tentangmu, tentang kita yang entah akan bermuara dimana...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan harian 1

Hidup itu penuh misteri. Tak dapat ditebak. Walau sedetik pun. Kita hanya berencana A, B, C dan D. Namun Allah jua lah yang memutuskan. Ketika SD saya adalah sosok anak yang minder karena merasa tak pandai dalam pelajaran. Guru-guru selalu saja memuji dan mengingat murid-murid yang pandai. Disitu saya merasa rendah diri. Saat itu saya belum tau kemampuan dan kelebihan yang ada dalam diri. Tahun berganti. Seragam putih biru menjadi seragam kebanggaan karena saya berhasil masuk di SMP Negeri favorit. Di bangku Tingkat Menengah Pertama ini saya merasakan semangat belajar benar-benar hidup. Saya sangat menikmati proses belajar setiap hatinya. Setiap pelajaran ada sebuah target pencapaian. Dan itu dimulai dari tempat duduk. Saya duduk dibangku paling depan dekat meja guru. Kenapa harus di depan meja guru? Supaya ketika saya bertanya atau mengajukan pendapat, akan lebih mudah terlihat lebih dulu. Targetnya adalah setiap pelajaran,  minimal satu pertanyaan. Hasilnya ketika pembagian...

SYUKUR HARUS, IRI JANGAN

 #day4 #30harimembacakanbuku #30hariberkisah  #KomunitasCintaAnak 95_Nurmala_Syukur dan Tidak Sombong Syukur Itu Harus, Iri Jangan Di hari ke empat, menjelang tidur Afnan memilih minta dibacakan buku Syukur dan Tidak Sombong. Buku ini terdiri dari 4 judul dongeng. Dua judul yang dibacakan adalah Kalung Milik Kucing dan Undur-Undur yang Tidak Mau Berjalan Mundur. Afnan dan Ashraf senang dibacakan buku ini. Karena selain ada dialog singkat yang harus saya ekspresikan, ada juga gambar yang menunjukkan alur ceritanya. Dongeng Kalung Milik Kucing mengajarkan kita untuk selalu bersyukur dengan yang sudah kita miliki. Jangan sampai mengambil barang orang lain tanpa ijin. Karena selain tercela, dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Saya coba contohkan seperti merebut mainan. Ruginya, dengan rebutan mainan pasti berantem, dan salah satu atau keduanya ada yang terluka.  Kisah Undur-undur, menceritakan tentang perasaan iri. Karena, undur-undur merasa aneh, dirinya tidak bisa ...

Maaf, Aku Mengeluh

Menikmati fase kehidupan Tidak selalu ada tawa Kadang berurai air mata Ada juga amarah yang mengguncang Jatuh lalu bangkit, kemudian bertahan Ujian yang terus hadir bergiliran Membuatku berbenah diri Remedial kehidupan terus kucoba Sesak, saat kutahu gagal lagi Suara tersekat di kerongkongan Mencari kekuatan dalam batin  Kuhanya bisa pejamkan mata Hingga tangis itu pecah Aku Tenggelam dalam kesedihan Menyesal Tetapi kesalahan kadang diulangi  Aku bukan malaikat, Tuhan Aku juga bukan kalangan iblis Ada jiwa hampa Ada ruang kosong Ada ruh yang dipancung Tuhan, Maaf aku mengeluh Ciputat, 30 Mei 2022 @Nurmala